TV Online

Tunggu, baru LOADING.

Jumat, 25 Mei 2012

Dialog PWI Mencari Solusi
Tema: Membangun Perekonomian di Daerah Perbatasan Kalimantan Timur

Selasa, 15 Mei 2012

Malam minggu bersama slamet raharjo

SAMARINDA - Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak menegaskan Pemprov dan DPRD Kaltim memiliki komitmen yang sama untuk membangun kawasan perbatasan. Menurut Awang, masyarakat perbatasan juga memiliki hak yang sama untuk menikmati kemajuan dan hasil pembangunan di berbagai sektor.
Menuju sasaran tersebut, Awang mengatakan ada dua strategi yang saat ini dikembangkan pemerintah, yakni dengan pendekatan keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity).
"Dinamika permasalahan perbatasan membutuhkan kerjasama semua stake holder. Urusan Security menjadi tanggung jawab TNI dan Polri, sedangkan prosperity menjadi tugas pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota," kata Awang Faroek saat menjadi nara sumber pada paket program TVRI, Minggu Malam Bersama Selamet Rahardjo, Selasa (8/5).
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kaltim 2009 - 2013, pembangunan kawasan perbatasan menjadi prioritas dengan porsi anggaran yang cukup besar. Pemprov Kaltim bekerja keras untuk mengubah paradigma kawasan perbatasan dari kawasan tertinggal dan selalu dianggap sebagai halaman belakang Negara menjadi beranda terdepan republik.
Langkah yang dilakukan Pemprov Kaltim diantaranya adalah dengan membuka jalan akses menuju kawasan perbatasan dan membenahi bandara udara (airport) di perbatasan. Pemprov juga menggalang kerjasama dengan jajaran TNI Angkatan Darat untuk rencana perpanjangan landasan pacu bandara perbatasan dalam program Bhakti Kartika Jaya.
"Akhir Mei ini, Mendagri akan menghadiri ground breaking perpanjangan landasan Bandara Yuvai Semaring di Kecamatan Krayan, Nunukan. Inilah salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk memperlancar arus transportasi dari dan menuju kawasan perbatasan," jelas Awang.
Membangun kawasan perbatasan ini, Pemprov Kaltim juga telah melaksanakan program-program pro rakyat diantaranya pengembangan sentra produksi pertanian dan berbagai pembangunan infrastruktur serta pembangunan sumber daya manusia.
Pembangunan sumber daya manusia, Awang menegaskan bahwa Pemprov Kaltim terus memberikan kontribusi bagi masyarakat perbatasan untuk menerima hak yang sama dalam pendidikan, seperti dirasakan masyarakat perkotaan. Salah satunya dilakukan dalam bentuk beasiswa kepada para pelajar dan mahasiswa di tiga kabupaten perbatasan, Nunukan, Malinau dan Kutai Barat.
Gubernur Awang Faroek menegaskan, Pemprov sudah melakukan upaya yang sangat konsisten, tetapi itu tidak akan cukup memberi pengaruh besar bagi kemajuan masyarakat di kawasan tersebut. Sebab itu, diperlukan dukungan para bupati di kawasan perbatasan untuk juga memberikan perhatian yang besar untuk pembangunan kawasan perbatasan ini.
"Di pusat kita punya Badan Pengelola Perbatasan , tetapi dana pembangunan kawasan perbatasan lebih banyak ada di Kementerian-Kementerian. Diperlukan sinergi yang baik, jangan sampai pusat melaksanakan program, tetapi orang daerah tidak ada yang tahu. Sebaiknya, program pusat lebih dulu disesuaikan dengan program-program daerah," beber Awang.
Dukungan lain yang diharapkan dari pemerintah pusat adalah dukungan kebijakan (policy) yang berpihak kepada kepentingan pengembangan kawasan perbatasan yang saat ini pun masih terkendala, salah satunya dengan peliknya penuntasan pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Awang Faroek juga menyinggung komitmen Pemprov Kaltim untuk menjaga kawasan Heart of Borneo (HoB) yang luasnya mencapai 72 persen dari seluruh luasan HoB di pulau Kalimantan.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Sudarno menegaskan, DPRD Kaltim sangat menghargai upaya serius Gubernur Awang Faroek untuk membangun kawasan perbatasan. Untuk urusan yang satu ini, Sudarno mengatakan bahwa DPRD Kaltim sangat mendukung langkah-langkah yang diperjuangkan Gubernur Awang Faroek.
"Gubernur dan DPRD Kaltim berkomitmen untuk mensejahterakan rakyat perbatasan. Perbatasan harus benar-benar menjadi beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tegas Sudarno.
Sudarno justru mengkritisi lemahnya dukungan pemerintah pusat untuk bersungguh-sungguh mewujudkan kawasan perbatasan menjadi beranda depan republik ini. Dia menilai, beranda depan NKRI hingga saat ini hanya sekedar jargon.
"Saya salut dengan gubernur dan SKPD-SKPD yang memberikan perhatian sangat besar untuk pembangunan perbatasan. Satu hal yang kita sayangkan, pemerintah pusat tidak memiliki keinginan serius menjadikan perbatasan benar-benar menjadi beranda depan NKRI," lanjut Sudarno.
Pada acara yang dipandu artis senior, Slamet Rahardjo tersebut Gubernur Awang Faroek juga menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan peserta yang berasal dari masyarakat dan mahasiswa. Dialog juga dihadiri seniman dan sastrawan terkenal Indonesia, Arswendo Atmowiloto.(sul/hmsprov)
Foto : Budayawan Slamet Rahardjo tampil sebagai pembawa acara pada rekaman gambar TVRI dengan narasumber Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak (tiga dari kiri) Ketua Komisi I DPRD Kaltim Sudarno didampingi Asisten III Setprov Kaltim Sutarnyoto.(syaiful/humasprov kaltim)

Rabu, 02 Mei 2012


WORKSHOP  PEACE  JURNALISM
Oleh Dwi Rahmawati
Konflik maupun pertikaian kini menjadi ancaman besar bagi masyarakat.  Bagaimana tidak, bangsa Indonesia sangat mudah terpancing emosi, apalagi menyangkut harga diri, agama, suku dan ras.

Ketika pemberitaan menayangkan  kejadian pertikaian tersebut, menyampaikan fakta dari lapangan secara langsung,  membuat khalayak percaya akan informasi itu dan menjadi ajang bisnis media di Indonesia.

Rating penyiaran ataupun pemberitaan menjadi tujuan utama dari pihak media massa, meski tidak menutup kemungkinan dapat membuat konflik makin panas dan berkepanjangan.

Disinilah hadir peace jounalism atau jurnalisme perdamaian untuk meluruskan persepsi yang selama ini dimiliki sebagian jurnalis, bukan sebagai juru damai, tetapi upaya jurnalis dalam mengurangi konflik dan memberikan win-win solution melalui pemberitaan.

Jurnalisme perdamaian hadir dengan tidak mengangkat data berupa angka, atribut ataupun pihak yang bertikai maupun siaran secara langsung dari tempat kejadian.

Lawan kata  dari jurnalisme perang ini, lebih mengungkap data berupa kerusakan yang diakibatkan dari konflik dan menyuarakan jeritan korban.

Jurnalis perdamaian tidak berdiri disatu pihak saja, tidak pula memandang dalam satu sudut pandang, tetapi berdiri diantara pihak yang berkonflik dan menggunakan strategi bird eyes view atau memandang konflik dari ketinggian.

LPP TVRI  menginginkan peace jurnalism dapat diterapkan dalam kegiatan peliputan.
Oleh karena itu Balai Diklat TVRI  menggelar workshop peace journalism selama lima hari dari tanggal 16 s/d 20 April 2012 di Hotel MJ Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Pembukaan Workshop oleh  Ketua Dewas LPP TVRI, Elfisdat dan dihadiri Direktur Program &Berita, Irwan Hendarmin, serta  Kepsta TVRI Kalimantan Timur, Syarifuddin Lakku.
Selain itu hadir Anggota Dewas Bambang,  Direktur Teknik, Erina Tobing serta  Direktur Pengembangan Usaha, Erwin Aryanantha.

Workshop yang diikuti tidak kurang dari 12 peserta, berasal dari TVRI  di wilayah Timur Indonesia, yang rawan terhadap konflik dan pertikaian.
Pemateri dalam workshop ini, diantaranya  Purnama Suwardi Kepala Balai Diklat TVRI, Saur Hutabarat dari pimred Media Indonesia, Wahyu, pimred majalah Tempo  dan Sukirman, kepala bidang perencanaan program Balai Diklat TVRI.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger